Jumat, 27 September 2013

Ekspresi Cinta Masa Muda: Pacaran?!

1. Romantika dari Masa ke Masa


Dari Zaman baheula sampai sekarang, yang namanya cinta memang sudah ada. Kata Mashabi, rasa cinta pasti pada makhluk yang bernyawa, he he he.... Sama sekali tidak ada salahnya. Manusia yang Memiliki cipta, rasa, dan karsa, pasti jadi makhluk ciptaan Allah yang paling bisa mengekspresikan cinta. Fase romantis selalu ada sejarah kehidupan seseorang. Bukan begitu?



A.H Maslow dalam Teori Psikologi Humansitik-nya mangatakan, manusia memiliki beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi secara bertingkat. seseorang akan beranjak pada fase kebutuhan dasar yang sekarang. Paling gampang dan wajar dalam kultur masyarakat kita, perasaan cinta dan perhatian itu diberikan pada lawan jenis.

Sejarah selalu meninggalkan fase romantis dan cerita-ceritanya yang terangkum apik. Bahkan, sejarah "pembunuhan" manusia pertama yang dilakukan anak pertama Adam, Qabil terhadap saudaranya Habil juga dilatar belakangi... Cinta!

Setiap peradapan memiliki cerita romantis, baik yang luhur maupun yang kurang beradap-seperti contoh kemesuaman peradaban Yunani dan Romawi, yang meninggalkan cerita cinta antara Oedipus yang mencintai ayahnya. Yang keduanya dijadikan istilah dari perilaku seks yang menyimpang (oeddipus compleks dan electra compleks). cerita dari literatur Hindu Rama-Shinta, Layla-Majnun, Romeo-Juliet yang mati konyol, he he he .... Kisah klasik Yunani-Romawi sampai cerita-cerita pop masa kini. Cinta selalu menjadi inspirasi bagi karya-karya besar pujangga ternama sekelas Gibran, misalnya.

Ya... begitulah Romantika dalam segala bentuknya, gembira, suka, harapan, permusuhan selalu ada unsur cinta disana. The Power of Love, begitu kata judul lagunya Celine Dion.

kita tidak sedang bicara  tentang cinta di blog ini, Namun, lebih pada merefleksikan diri terhadap perilaku diri sendiri, perilaku orang lani, dan sekitar, terhadap satu naluri fitrah bernama cinta !bukan begitu?

Cara pengekspresikan cintahnya kakek-nenek dan orang tua kita dahulu, mungkin berbeda dengan kita atau teman-teman kita sekarang. betapa dahulu, para orangtua cukup dengan pengekspresikan yang lugu, penuh dengan etika, dan pertimbangan norma dalam setiap perilaku mereka terhadap lawan jenis.

Apakah dengan batasan-batasan itu mereka "kehilangan" fase kenikmatan/romantismereka? Bukankah ekspresi yang tidak terus menerus menjadi seseatu yang justru dapat dinikmati? Menurut Hukum Gossen I, kenikmatan terhadap sesuatu akan berkurang bila kita terus menerus memenuhi kebutuhan akan sesuatu tadi. Ibarat haus, minum satu gelas aja sudah nikmat banget. coba gelas ketiga, keempat, waaah pasti sudah nggak pengen lagi. Nah, lo ini baru awal , friensd....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar